SAMARINDA – Rencana pembangunan Sekolah Rakyat (SR) di Kota Samarinda menuai kritik tajam dari Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar.
Ia menilai, program yang ditujukan untuk keluarga berpenghasilan rendah ini justru mencerminkan kegagalan sistem dalam menghadirkan pendidikan yang adil dan merata.
“Ini kontradiktif. Syarat masuknya karena miskin, bukan karena prestasi. Itu justru memperkuat stigma dan menunjukkan kita belum bebas dari kemiskinan ekstrem,” ujar Anhar.
Ia menilai penunjukan Samarinda sebagai salah satu dari 65 lokasi pembangunan SR di Indonesia bukanlah hal yang patut dibanggakan, melainkan peringatan keras atas ketimpangan sosial yang masih terjadi.
“Ini bukan prestasi, tapi alarm. Fakta bahwa kita masih perlu sekolah khusus bagi warga miskin menandakan sistem pendidikan kita belum inklusif,” tegasnya.
Anhar juga mengkritik pendekatan pemerintah pusat yang terlalu menonjolkan status ekonomi dalam seleksi siswa. Ia membandingkan dengan program GratisPol dari Pemprov Kaltim yang menurutnya lebih berkeadilan karena tidak mensyaratkan latar belakang ekonomi.
“GratisPol itu menyamaratakan. Semua anak bisa sekolah tanpa harus ‘diakui miskin’. Itu jauh lebih adil dan bebas stigma,” katanya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan efektivitas anggaran besar yang dialokasikan untuk pembangunan fisik sekolah. Ia menilai, dana tersebut lebih bermanfaat jika dialihkan ke bentuk beasiswa langsung, yang lebih cepat dirasakan dan minim risiko penyimpangan.
“Bantu siswa langsung. Transparan, efisien, dan lebih tepat sasaran. Bangunan bisa bocor atau markup, tapi beasiswa langsung ke siswa jelas nilainya,” ujar Anhar.
Ia menegaskan bahwa kebijakan pendidikan seharusnya menyatukan, bukan membeda-bedakan masyarakat berdasarkan status ekonomi.
“Pendidikan bukan amal, tapi hak warga negara. Jangan ada lagi sekolah yang secara tidak langsung membagi rakyat dalam kelas ekonomi,” tutupnya. (Adv/MR)