FASENEWS.ID – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim terus melakukan langkah-langkah untuk mengakui dan melindungi masyarakat adat sebagai dukungan terhadap pembangunan di Kaltim dan IKN.
Dalam rapat kerja teknis pemberdayaan masyarakat hukum adat se-Kaltim yang diadakan di hotel Fugo Samarida pada Rabu, 6 November 2024, upaya ini disampaikan.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, Saiduani Nyuk, hadir sebagai salah satu narasumber dalam seminar tersebut.
Dalam penjelasannya, ia menekankan bahwa pengakuan terhadap masyarakat hukum adat (MHA) adalah kunci untuk mendorong pembangunan di Kaltim.
Saiduani menjelaskan bahwa pengakuan hak-hak ini menjadi sangat penting saat menghadapi konflik antara masyarakat adat dan perusahaan mengenai klaim tanah.
“Konflik yang sering terjadi di Kaltim karena adanya klaim berbeda antara perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam, contoh pertambangan batu bara,” ucap Saiduani.
Menurut Saiduani, untuk memastikan keberlanjutan pembangunan di Kaltim, pengakuan terhadap masyarakat adat harus diperhatikan.
Pada kesempatan itu, Simon Salombe, Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Kutai Timur, memberikan penjelasan mengenai proses pengakuan wilayah adat di Kutai Timur pada kesempatan yang sama.
Ia berpendapat bahwa proses ini harus dilaksanakan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya konflik dan sengketa di waktu yang akan datang.
“Kita pastikan dulu bahwa masyarakat adat itu sudah terbentuk secara kelembagaan di peraturan daerah, baru kemudian kita bisa menetapkan wilayahnya,” terang Simon.
Simon mengungkapkan bahwa enam desa di Kutai Timur sudah dianggap memiliki potensi untuk mendapatkan pengakuan sebagai wilayah masyarakat adat.
Simon menggarisbawahi bahwa pengakuan tertulis untuk wilayah masyarakat hukum adat sangat penting agar tidak menimbulkan ketegangan di masyarakat.
“Selama ini kita mengakui keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat secara lisan. Namun, belum ada pengakuan tertulis yang resmi,” ungkap Simon.
“Pengakuan secara tertulis melalui peraturan daerah penting untuk menghindari sengketa dan konflik,” terangnya.
Rapat Kerja Teknis ini menjadi tonggak awal bagi Pemprov Kaltim, melalui DPMPD, untuk mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat di Kaltim. (adv)