FASENEWS.ID – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kalimantan Timur terus berupaya mempercepat pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Puguh Harjanto, Kepala DPMPD Kaltim, menyatakan bahwa pengakuan terhadap MHA ini sangat penting untuk menjaga keragaman budaya dan melindungi hak-hak adat yang ada di wilayah tersebut.
Pada pemaparannya yang bertajuk “Strategi Percepatan Pengakuan dan Perlindungan MHA,” Puguh menegaskan pentingnya pemahaman yang mendalam mengenai definisi MHA.
“Masyarakat hukum adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok harmonis sesuai hukum adat, memiliki ikatan dengan leluhur, dan hubungan kuat dengan tanah serta lingkungan hidup,” ungkap Puguh.
DPMPD Kaltim mencatat setidaknya 204 komunitas MHA yang tersebar di 163 desa dan kelurahan di seluruh Kalimantan Timur hingga tahun 2024.
Seiring dengan pembaruan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota setempat, data ini terus berkembang.
Terdapat beberapa komunitas MHA yang telah memperoleh pengakuan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati, antara lain adalah:
1. Paring Sumpit di Desa Muara Andeh (SK Bupati Paser, 2019).
2. Benuaq Tellmuk di Kampung Patarung (SK Bupati Kutai Barat).
3. Mului di Desa Swan Slutung (SK Bupati Paser, 2018).
4. Peninyau Benung di Kampung Ongka Asa (SK Bupati Kutai Barat, 2024).
5. Benuaq Madjaun Kampurig Penarung Penetapan Tahun 2023 SK Bupati Kutai Barat.
6. Bahau Umaq Luhat Kampung Ujoh Halang (Penetapan Tahun 2023 SK Bupati Kutai Barat).
7. Tonyooi Kampung Juaq Asa (Penetapan Tahun 2024 SK Bupati Kutai Barat).
Masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi, sesuai yang diungkapkan Puguh, seperti minimnya dokumentasi yang valid serta adanya konflik batas wilayah.
“Untuk mengatasi ini, diperlukan kebijakan proaktif, termasuk regulasi yang jelas dan pendanaan program,” tambah Puguh.
Lebih lanjut, Puguh juga mengajak untuk menjalin kolaborasi dengan akademisi, praktisi, serta LSM dalam hal advokasi dan pemberdayaan ekonomi bagi komunitas adat.
“Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan pendidikan masyarakat umum juga menjadi kunci keberhasilan pengakuan ini,” tutupnya. (adv)