FASENEWS.ID – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) terus berupaya mempercepat proses pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Puguh Harjanto, Kepala DPMPD Kaltim, menekankan bahwa langkah ini sangat penting untuk menjaga kelestarian budaya dan melindungi hak-hak komunitas adat.
” Perlindungan terhadap masyarakat hukum adat adalah bagian integral dari keberlanjutan lingkungan dan sosial di Kaltim. Kami memiliki strategi khusus untuk memastikan hak-hak mereka diakui dan dilindungi,” ungkap Puguh.
Puguh juga sampaikan bahwa hingga saat ini, beberapa komunitas adat telah memperoleh pengakuan resmi, seperti komunitas Paring Sumpit di Desa Muara Andeh yang diakui melalui SK Bupati Paser pada 2019.
Selain itu, komunitas Mului di Desa Swan Slutung dan Toriyool di Kampung Juaq Asa juga telah mendapat pengakuan, masing-masing melalui SK Bupati Paser 2018 dan SK Bupati Kutai Barat 2024.
Melalui inventarisasi dan identifikasi, tercatat 204 komunitas adat yang tersebar di 163 desa di seluruh Kalimantan Timur.
Meskipun pengakuan MHA terus berkembang, tantangan terkait kurangnya data valid dan sengketa batas wilayah masih menjadi hambatan utama.
“Perlunya regulasi yang lebih jelas dan kebijakan yang proaktif untuk mendukung MHA sangat mendesak. Selain itu, kolaborasi dengan akademisi, LSM, serta pendampingan hukum akan memperkuat posisi mereka,” jelas Puguh.
Selain pengakuan hukum, pemberdayaan ekonomi menjadi fokus utama dalam mendukung keberlanjutan komunitas adat.
Program kewirausahaan dan akses pasar yang lebih luas diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan MHA di Kaltim.
“Masyarakat hukum adat adalah aset berharga. Kami berkomitmen memastikan mereka memiliki ruang dan kesempatan untuk berkembang,” tegasnya.
Dengan sinergi yang kuat antar berbagai pihak, pemerintah berharap pengakuan dan perlindungan terhadap MHA di Kaltim bisa menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. (adv)