Fasenews – Adanya Peraturan Pemerintah (PP) yang memperbolehkan organisasi keagamaan untuk bisa kelola tambang, direspon pula pihak Muhammadiyah.
Melalui Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Saad Ibrahim, sampaikan pihaknya akan menggogok soal PP itu. Muhammadiyah, sebutkannya akan mempertimbangkan sisi positif dan negatif yang diprediksi akan muncul.
“Ini tentu akan kami godok lebih dulu secara baik dan sebagainya. Kami bicara soal segi positif segi negatif, kemudian juga kemampuan dalam bidang itu. Saya kira ini masih akan kami bahas,” ujar Ibrahim di Gedung PP Muhammadiyah, Selasa (4/6/2024), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Dilanjutkan Ibrahim, perihal pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan, adalah hal yang baru bagi Muhammadiyah.
Untuk itu, diperlukan banyak pertimbangan, termasuk mengukur kemampuan Muhammadiyah apakah bisa atau tidak masuk dalam pengelolaan tambang itu.
“Di Muhammadiyah ini adalah persoalan yang baru ya, sehingga karena itu perlu kami juga mempertimbangkan, termasuk mengukur kemampuan dulu dan sebagainya. Karena itu nanti akan dibicarakan,” kata Ibrahim.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah menerbitkan aturan baru yang memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) dan juga organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Beleid itu diterbitkan melalui PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Lantas, benarkah dengan adanya beleid itu, ormas dan organisasi keagamaan bisa mengelola kegiatan pertambangan?
Diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024) aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Tercantum, ada aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Aturan tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.
Dalam Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Kemudian disebutkan bahwa kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Badan usaha sebagaimana dimaksud dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afilisasnya.
Selanjutnya, penawaran WIUPK sebagaimana berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak PP ini berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas dan organisasi keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres). (as)