Fasenews – Pemerintah menerbitkan aturan baru yang memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) dan juga organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Beleid itu diterbitkan melalui PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Lantas, benarkah dengan adanya beleid itu, ormas dan organisasi keagamaan bisa mengelola kegiatan pertambangan?
Diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024) aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Tercantum, ada aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Aturan tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.
Dalam Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Kemudian disebutkan bahwa kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Badan usaha sebagaimana dimaksud dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afilisasnya.
Selanjutnya, penawaran WIUPK sebagaimana berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak PP ini berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas dan organisasi keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
Sebelumnya pemerintah memang telah berencana membagikan izin usaha pertambangan (IUP) ke ormas melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. ‘
Rencana ini sempat mendapat sorotan lantaran ormas dinilai tidak memiliki kompetensi untuk mengurus sektor pertambangan. (as)