Menu

Mode Gelap

Nasional

Hasil Putusan MK, Pemilu dan Pilkada 2029 Tak Lagi Serentak

badge-check


					Mahkamah Konstitusi (MK) Perbesar

Mahkamah Konstitusi (MK)

Fasenews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara uji materiil Pasal 167 ayat (3) UU 7/2017 tentang Pemilu inkonstitusional tentang pengaturan keserentakan pelaksanaan 5 jenis pemilihan dalam pemilu, dan termasuk pilkada di seluruh wilayah Indonesia.

Dengan demikian pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan berlangsung pada tahun 2029, dipastikan tidak akan digelar serentak.

“Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, membacakan Amar putusan Perkara Nokor 135/PUU/-XXII/2024, di Gedung MK RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, setengah dari dalil gugatan yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut, telah beralasan menurut hukum

Sebab, dijelaskan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, waktu penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) yang serentak dengan pemilihan legislatif (pileg) DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pilkada.

“Menurut Mahkamah, akibat himpitan waktu penyelenggaraan pemilu 5 kotak dan pilkada serentak di tahun yang sama, memunculkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional,” ucapnya.

Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus, dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu atau masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang bersaing untuk posisi politik di tingkat pusat.

Di samping itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menyatakan pertimbangan lainnya atas putusan pemilu dan pilkada di tahun 2029 tak bisa lagi diserentakkan.

Dia menyatakan, keserentakan pemilu dan pilkada di tahun yang sama menimbulkan permasalahan politik transaksional, akibat dari rekrutmen bakal calon oleh partai politik yang tidak maksimal dilakukan karena waktu tahapan pemilu dan pilkada beririsan.

“Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilu membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilu jauh dari proses yang ideal dan demokratis,” ungkapnya.

“Sejumlah bentangan empiris tersebut di atas, menunjukkan partai politik terpaksa merekrut calon berbasis popularitas hanya demi kepentingan elektoral,” tambah Arief Hidayat.

Oleh karena itu, dalam amar putusannya MK mengubah bunyi Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu menjadi:

“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.

Pada diktum selanjutnya, MK menyatakan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu juga bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

“Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota.”

Selain itu, MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, dan Wali Kota dan Wakil Walikota (UU Pilkada) bertentangan dengan konstitusi, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

“Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden”.

(Fran)

Facebook Comments Box
Read More

Tak Hanya Mengurangi Takaran, Begini Modus Baru Kecurangan Minyakita

15 March 2025 - 19:11 WIB

Cerita “Budi” Pencetus Pertama Peringatan Darurat Indonesia, Ternyata Garuda Biru Tak Sengaja Jadi Gerakan Protes

4 February 2025 - 08:00 WIB

Dari Garuda Biru Jadi Garuda Hitam, Peringatan Darurat Part 2? Hashtag #IndonesiaGelap Suarakan Momok Tanah Air

4 February 2025 - 05:17 WIB

Prabowo Keluarkan Instruksi Presiden, Sri Mulyani Tetapkan Efisiensi Anggaran! Pangkas ATK hingga 90 Persen

29 January 2025 - 09:10 WIB

Muncul Pagar Laut Misterius Sepanjang 30 Km Berbentuk Labirin di Tangerang, Minta Warga Pasang Diupahi Rp100 Ribu

10 January 2025 - 10:21 WIB

Trending on Nasional