SAMARINDA – Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menilai bahwa pengawasan terhadap tambang ilegal masih lemah, sehingga menyebabkan kawasan Kebun Raya Unmul dibabat untuk kepentingan aktivitas tambang ilegal. Padahal, kawasan tersebut diketahui merupakan bagian dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK).
Menurutnya, kejadian ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pemantauan, yang sebagian besar kewenangannya berada di pemerintah pusat.
“Aktivitas ilegal seperti ini menunjukkan bahwa baik provinsi maupun pusat tidak cukup sigap dalam melakukan pengawasan,” jelasnya.
Deni sapaan akrabnya, menyebut jika kawasan yang diduga terdampak tambang ilegal ini merupakan area konservasi seluas sekitar 300 hektare yang seharusnya berfungsi sebagai hutan pendidikan. Namun, belakangan diketahui bahwa sekitar 3,5 hektare lahan telah rusak akibat aktivitas pertambangan ilegal.
Hingga saat ini, Komisi III DPRD belum bisa melakukan inspeksi langsung ke lokasi tersebut. Hal ini disebabkan oleh cuaca yang kurang mendukung dan keterbatasan informasi terkait lokasi pasti aktivitas ilegal tersebut. Sebelumnya, inspeksi yang dilakukan hanya mencakup wilayah Palaran dan lokasi tambang PT Lana, yang jauh dari area yang diduga terlibat tambang ilegal.
Lebih lanjut kata Deni, penanganan masalah ini berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, yakni Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) serta Inspektur Tambang.
“Kita mengimbau agar semua pihak menunggu hasil investigasi resmi, mengingat hingga kini belum ada kepastian mengenai pelaku atau perusahaan yang terlibat,” terang Deni.
Dirinya juga menyampaikan bahwa berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan provinsi, bersama dengan Rektor Unmul, telah melakukan peninjauan ke lokasi hutan yang terdampak.
Politisi Gerindra itu juga menyoroti kebijakan perizinan tambang yang sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat, yang menurutnya menyulitkan daerah dalam melakukan pengawasan yang efektif.
“Kami tidak menginginkan perizinan dikembalikan ke daerah, namun setidaknya daerah perlu dilibatkan dalam pengawasan, agar ada tanggung jawab bersama. Jangan sampai pusat mengeluarkan izin, sementara daerah hanya menanggung dampak kerusakan,” tegasnya.
“Kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari pada jaminan reklamasi yang ada,” pungkas Deni.
(MR)