FASENEWS.ID – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus melakukan upaya untuk mempercepat pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di kawasan ini.
Sebagai bagian dari upaya ini, PJ Gubernur Kalimantan Timur mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400.10.3.1/3169/DPM-PD tentang percepatan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA), serta meminta dukungan anggaran dari pemerintah daerah kabupaten/kota untuk penataan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat di Kaltim.
Puguh Harjanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim menyatakan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melestarikan identitas budaya lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.
“Masyarakat adat adalah penjaga tradisi dan budaya yang memiliki pengetahuan dan kearifan lokal yang sangat penting untuk keberlanjutan lingkungan dan pembangunan daerah,” ungkap Puguh di kegiatan Dialog Publik Masyarakat Adat Provinsi Kaltim tahun 2024 yang digelar di Hotel Mercure Samarinda pada Jumat, (1/11/2024).
Terdapat beberapa tantangan dalam upaya pengakuan dan perlindungan MHA, di antaranya adalah kurangnya dokumentasi data serta konflik yang berkaitan dengan wilayah.
“Salah satu tantangan utama adalah kurangnya data yang valid mengenai masyarakat adat. Selain itu, konflik internal dan eksternal sering kali muncul terkait tapal batas wilayah,” terangnya.
Puguh juga mengatakan bahwa minimnya pengetahuan Panitia MHA di tingkat kabupaten juga menjadi penghalang dalam proses ini.
“Kurangnya pengetahuan dari Panitia MHA di lapangan dalam melakukan identifikasi adalah masalah yang harus segera ditangani agar proses pengakuan dapat berjalan lebih cepat,” lanjutnya.
Tidak hanya tantangan, Puguh juga menyoroti hambatan yang dihadapi MHA di Kaltim, seperti kekurangan tenaga teknis yang terampil dalam penulisan dan dokumentasi proses pengakuan ini.
Selain itu, kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan minimnya informasi yang diterima oleh masyarakat adat juga menjadi faktor penghambat.
Beragamnya regulasi yang mengatur pengakuan MHA, ditambah dengan belum adanya pedoman yang jelas mengenai batasan proses pengakuan, menjadi hambatan dalam mencapai tujuan ini.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bertekad untuk menyediakan anggaran untuk mendukung upaya percepatan pengakuan MHA.
“Anggaran yang memadai sangat dibutuhkan untuk pendampingan MHA agar mereka dapat melakukan verifikasi teknis pengakuan MHA dengan benar,” jelas Puguh.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah Puguh berharap bahwa proses percepatan pengakuan dan perlindungan MHA dapat segera terwujud.
“Kami sangat berharap semua pihak dapat bekerja sama dalam menginventarisasi serta melindungi keberadaan MHA di Kalimantan Timur demi menjaga kelestarian budaya dan kearifan lokal yang kita miliki,” ungkapnya. (adv)