FASENEWS.ID – Shandy Martha Praja, koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP), baru-baru ini menjadi sorotan publik di media sosial lantaran dianggap mendukung proyek pembangunan pagar laut di wilayah perairan Tangerang, Banten.
Tindakan Shandy Martha Praja dinilai tidak membela kepentingan nelayan, yang secara tegas menentang keberadaan pagar laut tersebut.
Shandy Martha Praja mendapat kritikan usai pernyataannya yang mengatakan bahwa pembangunan pagar laut merupakan kegiatan swadaya, alias inisiatif dari warga Tangerang, bukan proyek yang digerakkan oleh pihak-pihak besar, seperti yang banyak diperdebatkan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Shandy Martha Praja di depan para penonton dan narasumber lainnya dalam program televisi “tvOneNews” dengan topik pembahasan berupa persoalan pagar laut Tangerang pada 14 Januari 2025.
Saat dihadapkan dengan sejumlah narasumber, termasuk nelayan Kholid, Shandy Martha Praja terlihat kagok menjawab pertanyaan terkait pernyataannya sendiri.
Kholid secara blak-blakan langsung menanyakan kepada Shandy Martha Praja mengenai klaim yang diucapkannya, di mana terkesan mendukung pembangunan pagar laut.
Padahal sebagai nelayan yang sehari-hari beraktivitas di laut, Kholid merasakan langsung dampak negatif dari pagar laut tersebut.
Mendengar Shandy Martha Praja menyebut bahwa proyek pagar laut didorong oleh swadaya alias inisiatif masyarakat setempat, Kholid merasa tidak terima dan mengajukan pertanyaan balik kepada Shandy.
“Kenapa saya justru belum bisa menangkap ketika pemagaran laut itu dibilang swadaya. Karena tolok ukurnya adalah pendapatan dari nelayan. Saya hitung, bambu itu dari Karangserang sampai Kronjo diperkirakan jutaan. Kalau perbatang bambu aja, harga bambu Rp20 ribu sampai Rp15 ribu,” ucap Kholid.
“Kita hitung dari yang terendah, (bambu) Rp15 ribu dikali berapa juta bambu, udah berapa. Kira-kira masuk enggak dalam pikiran kita ketika itu swadaya masyarakat? Sementara pendapatan masyarakat sendiri morat-marit,” tanya Kholid lebih lanjut, nelayan viral penentang pagar laut.
Saat Kholid mengajukan pertanyaan, Shandy Martha Praja tampak terdiam dan tidak langsung memberikan jawaban.
Alih-alih menanggapi pertanyaan, Shandy Martha Praja justru mulai berbicara mengenai framing dan kepentingan nelayan, tanpa menanggapi pertanyaan langsung dari Kholid.
Reaksi Shandy Martha Praja yang tidak menjawab dengan jelas itu kemudian membuat Kholid tertawa.
“Ini yang harusnya jadi topik utama kita. Kenapa tadi saya buka dengan proxy war, tidak ada kepentingan untuk nelayan tersebut, dalam framing tersebut. Kenapa kita diviralkan kesejahteraan nelayan? Apa kebutuhan nelayan? Rakyat nggak akan kenyang hanya dengan ngucap kenyang seribu kali,” jawab Shandy Martha Praja dengan nada retoris.
Presenter acara tersebut menambahkan, “Mungkin dana yang digunakan itu berasal dari swadaya nelayan.”
“Jadi memang berawal dari situ,” ujar Shandy Martha Praja dengan gugup.
Mendengar jawaban Shandy Martha Praja yang dianggap mengelak, Kholid pun kembali melontarkan pertanyaan dengan tegas.
Alih-alih memberikan penjelasan yang jelas, Shandy Martha Praja kembali memberikan jawaban berputar-putar dan enggan bertanggung jawab atas pernyataan sebelumnya.
“Saya hanya ingin hitungan yang jelas, tolong hitungkan untuk saya, apakah masyarakat ini bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Dari mana uangnya kalau ini benar-benar swadaya?” ujar Kholid dengan tegas.
“Tadi kan Pak Kholid yang sudah menghitung per bambu Rp22 ribu, segala macam,” ucap Shandy Martha Praja berbelit.
“Kira-kira bisa nggak kalau ini dilakukan oleh masyarakat?” tanya Kholid sekali lagi.
“Ya kita tanya saja ke masyarakat, saya hanya berperan sebagai pengamat, bukan pengawal. Jangan dipelintir,” jawab Shandy Martha Praja.
Gara-gara ucapannya soal pagar laut, sosok Shandy Martha Praja pun jadi banyak membuat masyarakat kepo mengenai siapa dirinya dan bagaimana latar belakangnya.
Saat berbicara di acara televisi tersebut, Shandy Martha Praja mengenalkan dirinya sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).
Namun, siapa sangka, ternyata dirinya telah di-drop out (DO) dari kampusnya.
Diketahui dari laman resmi PDDIKTI, nama Shandy Martha Praja merupakan mahasiswa dengan tahun masuk 2016 dan telah dikeluarkan sejak tahun akademik 2021/2022.
Awalnya, Shandy Martha Praja terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) pada program studi Ilmu Pemerintahan.
Terkait pernyataannya soal pagar laut, Shandy Martha Praja sempat mendapat tuduhan soal terima bayaran dari sikapnya yang mendukung pembangunan pagar laut.
Mengenai tudingan itu, Shandy Martha Praja membantah dengan mangatakan tidak ada pihak yang memberikan bayaran kepada dirinya terkait persoalan pagar laut, termasuk JRP sekalipun sebagai organisasinya.
“Saya menghargai pendapat dia, tetapi tentunya dia harus siap mempertanggungjawabkan apa yang telah dia katakan, karena ada aturan yang berlaku. Ini negara hukum, bukan tempat untuk spekulasi, itu jelas. Jika saya yang bertanggung jawab, saya saja masih menggunakan motor untuk datang ke sini,” ujar Shandy Martha Praja tegas.
“Tidak benar (JRP) dibayar ya, seperti yang ditudingkan?” tanya presenter menanggapi.
“Siapa yang mau membayar? Saya sudah banyak track record di Tangerang, aksi massa segala macam, siapa yang mau membayar itu semua? Kita mungkin bisa kehilangan banyak hal, tapi yang tidak boleh hilang akal sehat dan nurani,” jawab Shandy Martha Praja. (shi)