FASENEWS – Dalam beberapa hari terakhir ini, dua kebijakan yang bakal diterapkan pada dua kategori masyarakat berbeda tampaknya dinilai akan berseberangan.
Kebijakan itu adalah kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan Tax Amnesty atau pengampunan pajak.
Pemerintah memutuskan untuk menerapkan kenaikan untuk tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan ini diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
Di saat yang sama, pemerintah juga agendakan untuk adanya pengampunan pajak untuk dengan menghadirkan Program Tax Amnesty.
Hal ini setelah Tax Amnesty diketahui masuk dalam Drat Usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025.
Dilansir dari Avnmedia.id, jaringan media Fasenews.id, meski masih sebatas draft, pemerintah dan DPR sepakat memasukkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam daftar draf usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025.
Dua kebijakan ini dinilai saling bertolak belakang.
Di satu sisi, masyarakat menengah ke bawah akan dibebankan dengan adanya kenaikan PPN menjadi 12 persen, tetapi justru bagi para orang kaya, program Tax Amnesty yang akan disiapkan pemerintah.
Pasalnya, jika diputar ke belakang pada tax amnesty jilid II 2022, terdapat 11 orang super kaya yang tak bayar pajak yang mendapat pengampunan dari pemerintah. Harta orang supar kaya mereka di atas Rp 1 triliun.
Sementara untuk masyarakat yang akan dikenakan PPN 12 persen ini kebanyakan adalah menengah ke bawah, termasuk kalangan UMKM dan para pengusaha-pengusaha kecil yang baru mau memulai usaha.
Soal ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sampaikan bahwa ada kebijakan blunder yang terjadi di Indonesia saat ini.
“Tax amnesty merupakan kebijakan blunder untuk menaikkan penerimaan pajak,” katanya Rabu (20/11/2024).
Jika Tax Amnesty Jilid III ini benar-benar diterapkan pada pemerintahan saat ini, makan akan memberikan sinyal kepada para pengemplang pajak, bahwa pemerintah terus saja melakukan hal-hal yang menguntungkan mereka.
“Pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III akan ada lagi. Ini moral hazardnya besar sekali,” ujar dia.
Dua Kali di Era Presiden Jokowi
Di periode presiden sebelumnya, Tax Amnesty sudah pernah dilakukan dua kali ketika di era Presiden Joko Widodo.
Pertama, pada periode 2016-2017.
Kemudian Tax Amnesty Jilid II dilakukan pada 1 Januari-30 Juni 2022.
Melansir data dari laporan tahunan 2016 Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) Kementerian Keuangan, nilai uang tebusan tax amnesty jilid I selama 2016 sebesar Rp 103,04 triliun.
Sementara untuk tax amnesty jilid II di 2022, pemerintah berhasil mengumpulkan dana dari setoran PPh sebesar Rp61,01 triliun dan harta bersih yang diungkap sebesar Rp94,82 triliun. (as)