FASENEWS.ID – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan jelas bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ada di atas laut Tangerang adalah ilegal.
Hal itu ia katakan dalam konferensi pers usai melapor ke Presiden Prabowo Subianto pada 20 Januari lalu.
“Ilegal, sudah pasti. Karena di PP 18 menyatakan yang ada di bawah, yang di bawah apa namanya, air, itu sudah hilang dengan sendirinya. Tidak bisa. Jadi kalau itu tiba-tiba ada kan aneh juga,” katanya dilansir Fasenews.id dari YouTube Sekretariat Presiden.
Perihal pencabutan SHGB di Laut Tangerang itu, ia sampaikan adalah kewenangan dari Menteri ATR/BPN.
“Itu urusan ATR yang mencabut. Tapi bagi kami, itu (SHGB dan SHM) itu tidak ada. Gitu. Bongkar,” katanya.
Diketahui, perairan sepanjang 30 kilometer yang menjadi lokasi pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten ternyata sudah memiliki status Hak Guna Bangunan (HGB).
Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui aplikasi BHUMI menunjukkan, area tersebut terbagi menjadi beberapa kavling.
Total luas area yang berstatus HGB tersebut mencapai lebih dari 537,5 hektar atau 5.375.000 meter persegi.
Tujuan Pagar Laut Diungkap Menteri
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono blak-blakan soal dugannya untuk tujuan adanya pagar laut sepanjang 30 km di Laut Tangerang.
Hal ini ia katakan di depan awak media, dalam konferensi pers usai menghadap Presiden Prabowo Subianto.
Dilansir dari YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (23/1/2025), Sakti Wahyu Trenggono ungkap soal tujuan adanya pagar laut itu.
“Ini kan dilakukan proses pemagaran itu tujuannya adalah agar tanahnya itu nanti naik. Semakin lama semakin naik. Jadi kalau ada, eh ombak datang, begitu ombak surut, dia ketahan. Sedimentasinya ketahan,” jelasnya.
Sakti pun mengkonfirmasi bahwa pagar laut ini layaknya reklamasi alami.
“Boleh dibilang seperti reklamasi yang alami begitu. Jadi nanti kalau terjadi seperti itu, akan terjadi daratan. Dan jumlahnya itu sangat besar. Tadi saya laporkan kepada Bapak Presiden. Dari 30 hektar (km) itu, kira-kira sekitar 30 ribuan hektar kejadiannya. Kan itu sangat besar,” katanya.
“Nah di bawahnya ternyata menurut identifikasi dari Pak Menteri ATR/BPN itu sudah ada sertifikatnya, yang atas nama siapa saya tidak hafal ya. Teman-teman bisa cek sendiri,” lanjutnya lagi.
“Dan itu nanti tiba-tiba nongol tuh sertifikatnya tuh, kalau dia sudah berubah jadi daratan, itu nanti (keluar) sertifikatnya. Tapi bagi kami itu tidak berlaku. Kenapa? karena pasti yang namanya kegiatan di ruang laut ya tidak boleh, harus ada izin. Di pesisir sampai ke laut, tidak boleh, harus ada izin,” katanya. (as)