FASENEWS.ID, SAMARINDA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menegaskan bahwa kejadian 18 petugas Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka Nasional 2024 yang melepas jilbab seharusnya tidak bisa terjadi.
Menurutnya tindakan memaksa seorang perempuan melepaskan jilbab sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip anti-diskriminasi yang seharusnya dijunjung tinggi di negara.
“Jilbab adalah simbol keagamaan yang penting bagi banyak perempuan Muslim, dan memaksakan pelepasannya bertentangan dengan hak individu untuk mengekspresikan diri serta mempertahankan identitas pribadi mereka,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (15/08/2024).
Sebelumnya, 18 petugas Paskibraka itu terpaksa melepas jilbab pada upacara Pengukuhan Paskibraka di IKN pada, Selasa 13 Agustus 2024 lalu.
Mereka harus mematuhi aturan baru tentang tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka pada 2024, termaktub dalam Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 Tahun 2024.
Dalam surat edaran tersebut, tidak terdapat pilihan berpakaian hijab bagi anggota Paskibraka yang menggunakan hijab.
Padahal tahun-tahun sebelumnya diperbolehkan menggunakan hijab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada 17 Agustus.
Dalih Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) karena alasan penyesuaian dan keseragaman sesuai aturan.
Disebut juga para peserta tersebut melepas jilbab secara sukarela karena sudah ada kesepakatan dalam surat pernyataan kesediaan yang bermaterai Rp10.000.
Menurut Hetifah yang juga sebagai Ketua Umum Pengajian Al Hidayah ini, bahwa mengenakan jilbab tidak akan mengurangi profesionalisme atau kompetensi seseorang.
Tetapi fokus seharusnya tetap pada kinerja, integritas, dan etika profesional, bukan pada pilihan pakaian yang didasarkan pada keyakinan agama.
“Sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman, budaya dan agama, kita harus menjaga dan merawat nilai-nilai toleransi yang telah lama menjadi bagian dari identitas kita,”bebernya.
Dalam berbangsa dan bernegara kata politisi perempuan dari Partai Golkar itu, setiap individu memiliki hak untuk menjalankan keyakinannya tanpa rasa takut atau tekanan, termasuk dalam hal berpakaian sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
“Keberagaman ini adalah kekuatan kita, dan kita harus memastikan bahwa setiap warga negara merasa dihormati dan dihargai dalam menjalankan hak-haknya. Saya berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali, dan mari kita semua saling menghormati serta menjaga keberagaman yang ada di Indonesia,” pungkasnya. (fran)