Fasenews.id – Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali membuat gebrakan. Terbaru ia menerbitkan kebijakan mengenai dispenser air minum wajib memiliki tanda atau label hemat energi untuk meningkatkan efisiensi energi dan menekan konsumsi listrik.
Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 87.K/ΕΚ.01/ΜΕΜ.Ε/2025 ditetapkan di Jakarta pada 6 Maret 2025.
Dalam keputusasaanya, produsen dalam negeri dan importir peralatan pemanfaat energi dispenser air minum wajib menerapkan standar kinerja energi minimum melalui pencantuman label tanda hemat energi.
Peralatan pemanfaat energi dispenser air minum yang diproduksi di dalam negeri dan/atau diimpor melalui website produk berlabel hemat energi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Ketentuan mengenai penerapan standar kinerja energi minimum melalui pencantuman label tanda hemat energi untuk peralatan pemanfaat energi dispenser air minum sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA mulai berlaku 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Keputusan Menteri ini ditetapkan,” bunyi beleid tersebut dikutip, Sabtu 16 Maret 2025.
Dalam Kepmen tersebut diatur terkait dengan jenis dispenser air minum. Untuk jenis dispenser pemanas air minum diatur nilai tingkat hemat energi sebesar 292 kWh/tahun.
Sementara, jenis dispenser pemanas dan pendingin air minum diatur nilai tingkat hemat energi sebesar 438 kWh/tahun.
Kemudian, dispenser air minum yang berasal dari impor wajib mencantumkan label tanda hemat energi di negara asal.
“Label tanda hemat energi pada kemasan dapat dicantumkan menggunakan 1 (satu) warna kontras,” bunyi aturan tersebut.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia juga membuat kebijakan larangan pedagang eceran untuk menjual LPG 3 Kg. Hal ini diumumkan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung dan berlaku efektif mulai 1 Februari 2025.
Kebijakan ini bikin geger dan memicu kekisruhan hingga menimbulkan antrean di sejumlah pangkalan. Hingga terjadi efek negatif di masyarakat. Efek panic buying membuat masyarakat kebingungan mencari gas “melon”.
Akibatnya kejadian warga meninggal dunia usai mengantre pembelian LPG 3 kg pada awal Februari lalu.
Bahlil bilang soal penghapusan pengecer LPG 3 kg sebagai upaya untuk membatasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan berupaya mempermainkan harga.
“Laporan yang masuk di kami itu kan ada yang memainkan harga. Ini jujur aja, harganya itu kan kaya rakyat itu harusnya tidak lebih dari Rp 5.000-Rp 6.000,” kata Bahlil.
Tak berselang lama setelah kebijakan itu berlaku, Presiden Prabowo langsung turun tangan. Bahlil Lahadalia diperintahkan untuk mengaktifkan kembali pengecer untuk menjual LPG 3 Kg.
Namun setelah komunikasi dengan Presiden, Presiden kemudian telah menginstruksikan kepada ESDM untuk per hari ini mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Dasco juga menegaskan kebijakan pengecer sempat dilarang berjualan LPG 3 kilogram (kg) bukan perintah atau kebijakan Presiden Prabowo Subianto. Dasco menyebut keputusan itu diambil oleh Kementerian ESDM untuk menertibkan harga di pengecer.
“Sebenarnya ini bukan kebijakannya dari Presiden untuk kemudian melarang kemarin itu, tapi melihat situasi dan kondisi tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali sambil kemudian pengecer itu dijadikan sub pangkalan, administrasi segala macamnya bisa sambil berjalan saja,” jelas Dasco.
(Fran)