SAMARINDA – Tiga kepala daerah di Kaltim dikabarkan hengkang ke partai Gerindra, yaitu Aulia Rahman Basri (Bupati Kutai Kartanegara), Mudyat Noor (Bupati Penajam Paser Utara), Angela Idang Belawan (Bupati Mahakam Ulu). Kabar bergabungnya mereka diumumkan langsung Ketua DPD Gerindra Kaltim, Seno Aji.
Dari ketiga kepala daerah itu, Bupati Kukar paling disorot. Aulia Rahman yang diusung oleh PDI Perjuangan secara mengejutkan pindah perahu ke partai berlambang berlambang burung Garuda.
Pengamat politik Kaltim, Saiful Bakhtiar menilai kepindahan Aulia Rahman sebagai fenomena menarik. Menurutnya keputusan itu bukan tiba masa tiba waktu. Bisa jadi sebagai keputusan panjang yang sudah ia putuskan.
Secara politik antara Bupati dan wakil Bupati sama-sama sebagai kader di PDI perjuangan, maka akan terjadi konflik kepentingan berkaitan politik di 2029. Rendi Solihin sebagai wakil Bupati sudah pasti maju sebagai kandidat Bupati Kukar karena sudah menjabat dua periode. Maka secara rasional bisa saja terjadi jika bukan Aulia Rahman Rahman yang pindah partai maka Rendi Solihin yang akan pindah.
“Kalau dia (Aulia Rahman) di PDI maka kemungkinannya akan terjadi perebutan kursi ketua DPC antara orang lama dan baru, ataupun posisi Kukar satu di 2029 nantinya,”ungkapnya saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Senin (24/11/2025).
Justru Saipul menilai Aulia bakal soft lending jika kepindahannya dengan membangun komukasi yang baik. Jika tidak, bakal terjadi reaksi yang berbeda. Meskipun begitu kata dia, secara normatif Aulia tidak melanggar aturan.
“Etika politiknya menurut saya karena tidak diatur secara normatif maka dia tidak melanggar sesuatu tapi memang tergantung komunikasi Aulia diinternal PDI, kalau dia bisa jelaskan dan bisa di terima diinternal PDI, maka menurut saya itu akan lebih baik, kalau pamitnya tanpa penjelasan bisa saja dimaknai lain atau manuver tersendiri di PDI”jelas Saiful, namun kalau kepindahanya jelang Pilkada maka bisa saja ada diasumsikam publik cuman cari kekuasaan.
Tradisi Untuk Saling Menguntungkan Kepetingan
Fenoma pindah partai kepala daerah bukan cerita baru, sudah menjadi tradisi saat penguasa nasional berganti. Bukan saja di Kaltim tetapi hampir di seluruh wilayah. Hal ini tampak tidak etis dipermukaan tapi terlihat etis secara prinsip untuk pencapaian tujuan. Fakta sejarah membuktikan sejak era reformasi.
Saiful Bakhtiar bilang sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sejumlah pimpinan daera ramai-ramai pindah ke Partai Demokrat sebagai partai penguasa. Bahkan turut serta sejumlah tokoh masyarakat. Serupa terjadi saat Kekuasaan ditangan PDI Perjuangan oleh Presiden Joko Widodo. Kini dimasa kekuasaan Prabowo Subianto dengan partai Gerindra.
“Sebenarnya ini take and give, saling memerlukan dan saling memanfaatkan mengunakan situasi seperti ini,”beber Saipul.
Saipul menilai kepala daerah lebih nyaman dengan partai yang berkuasa secara nasional apalagi ditengah pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dilakukan secara besar-besaran, dan Kaltim salah satu yang paling terdampak.
Selain itu juga kepala daerah merasa lebih aman terhadap program yang dijalankan, khususnya ketika dulu kampanye perlu ada konsentrasi untuk dimplementasikanya di wilayah masing-masing.
“Pertama ini memang sudah jadi tradisi, kedua untuk kepentingan politik anggaran atau dukungan program kepala daerah agar bisa terlaksana ditengah pemotongan DBH besar besaran, ketiga ini berkaitan dengan sefty terhadap program yang ingin dijalankan,”bebernya.
Sisi lainnya hengkangnya kepala daerah juga menguntungkan partai Gerindra secara nasional yang memerlukan kekuatan besar dengan dukungan sumber daya yang mempuni baik secara popularitas yang didukung penguasa di wilayah masing-masing.
“Gerindra memerlukan orang itu untuk misalnya Prabowo maju kembali periode ke dua atau kalau tidak, maka kepentingan untuk besarkan partai, khusunya untuk menguasai parlemen, DPRD kabupaten kota dan provinsi. Olehnya itu dia memerlukan orang yang secara khusus punya kemampuan lebih dari biasanya sebab UU partai tidak ada pelarangan untuk rekrut orang dari partai lain. Hal semacam ini untungkan kepala daerah ataupun partai politik saat bergabung,”pungkasnya.
(Fran)


