FASENEWS.ID – Kehadiran pagar laut di perairan Tangerang masih menjadi pembicaraan publik serta pejabat yang memberikan sorotannya akan kasus ini.
Putri Gusdur, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, menyoroti kasus pemasangan pagar laut di perairan Tangerang, Banten, yang belakangan menjadi perhatian publik.
Alissa mengungkapkan bahwa dalam kasus pagar laut ini terdapat pelanggaran hukum yang jelas serta indikasi perilaku koruptif di kalangan penyelenggara negara.
“Pertama, secara hukum, bagaimana pelanggaran-pelanggaran,” ujar Alissa dalam konferensi pers bersama Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025).
Ia menambahkan bahwa selain pelanggaran hukum, terdapat pula unsur pembiaran oleh pihak berwenang yang memperlihatkan pola penyalahgunaan wewenang dalam kasus pagar laut ini.
“Kedua, ada pembiaran yang dilakukan oleh penyelenggara negara sehingga ini kan dampak dari perilaku koruptif ya,” lanjutnya.
Kasus ini bermula dari pemasangan pagar laut oleh pihak tertentu di perairan Tangerang yang berdampak pada terbatasnya akses nelayan lokal untuk melaut.
Pemerintah telah mengambil langkah dengan membatalkan sekitar 50 sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM) terkait pagar laut tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menyatakan bahwa sertifikat tersebut dibatalkan karena cacat prosedur dan materiel, sehingga batal demi hukum.
Alissa menekankan bahwa pagar laut ini menjadi contoh nyata bagaimana pemerintah sering kali bertindak di belakang layar dalam kebijakan yang merugikan masyarakat.
Ia mengkritik sikap pemerintah daerah yang dinilainya kurang peka terhadap persoalan ini.
“Ketika penyelenggara negara setempat ternyata tidak peka, tidak awas terhadap situasi itu, bahkan diam-diam membiarkan, itu menimbulkan pertanyaan besar,” jelasnya.
Pagar laut yang dibuat dengan menancapkan bambu di perairan Tangerang ini membentang hingga puluhan kilometer.
Alissa menyatakan bahwa tindakan tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menunjukkan adanya unsur penyalahgunaan wewenang.
Ia menekankan bahwa korupsi tidak selalu berbentuk suap atau gratifikasi, tetapi juga dapat berupa tindakan pembiaran terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat luas.
Alisa meminta kepada pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa laut tidak dikavling untuk kepentingan korporasi.
Alissa juga menegaskan pentingnya transparansi dalam penyelesaian kasus ini, mengingat banyaknya video yang beredar di media sosial yang memperlihatkan keberadaan pagar laut tersebut.
“Segera mengambil langkah untuk meluruskan kalau misalkan itu wilayah bukan dikavling,” tegas Alissa.
Lebih lanjut, Alissa berharap agar pemerintah tidak saling lempar tanggung jawab dalam menangani masalah ini.
Alissa menekankan bahwa pemerintahan yang sedang berkuasa harus mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Sekarang yang paling penting adalah, justru pemerintah sekarang mengambil keputusan mau diapakan,” pungkasnya.
Kasus ini terus menjadi sorotan publik karena tidak hanya berdampak pada lingkungan dan mata pencaharian nelayan, tetapi juga mengungkap adanya masalah sistemik dalam tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia.
Jaringan Gusdurian berharap pemerintah dapat mengambil langkah tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. (daf)