Menu

Dark Mode
Siswa SMAN 1 Mempawah Gagal SNBP, Waka Kurikulum Diminta Tanggung Jawab! Dua Minggu Cari LPG 3 Kg, Warga Karawaci Protes ke Menteri Bahlil: Anak Kami Lapar! Cerita “Budi” Pencetus Pertama Peringatan Darurat Indonesia, Ternyata Garuda Biru Tak Sengaja Jadi Gerakan Protes Dari Garuda Biru Jadi Garuda Hitam, Peringatan Darurat Part 2? Hashtag #IndonesiaGelap Suarakan Momok Tanah Air Nenek Yonih Lansia Meninggal Dunia Usai Antre LPG 3 Kg, Warga Sebut Sempat Bawa 2 Tabung Gas Kosong  Bantu Warga Terdampak Banjir di Samarinda, Laskar Kebangkitan Kutai dan IZI Tamiya 4Wd Bagikan Paket Sembako

News

Advokat Ahmad Khozinudin Blak-Blakan “Tembak” Nama Aguan di Balik Pagar Laut PIK, Tercium Modus Kepentingan Properti

badge-check


					Kolase Foto Ahmad Khozinudin dan Pagar Laut Tangerang (Foto: Fasenews.id) Perbesar

Kolase Foto Ahmad Khozinudin dan Pagar Laut Tangerang (Foto: Fasenews.id)

FASENEWS.ID – Pagar laut yang selama ini membatasi akses nelayan di sekitar Pantai Utara Tangerang, Banten kini telah dibongkar secara perlahan oleh TNI AL.

Meskipun ini merupakan langkah awal yang positif, sejumlah pihak menilai bahwa pembongkaran saja tidak cukup untuk mengungkapkan masalah yang lebih besar yang ada di balik pembangunan pagar tersebut.

Ahmad Khozinudin, pengacara yang telah mengajukan gugatan terkait dengan pembangunan pagar laut, mengungkapkan bahwa fokus utama bukan hanya pada siapa yang memasang pagar laut, melainkan siapa yang menyuruh dan memiliki kepentingan di balik proyek tersebut.

Menurut Khozinudin, terdapat dugaan kuat bahwa pagar laut ini terkait dengan kepentingan penguasaan lahan di sekitar kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang dikenal sebagai lokasi potensial untuk pengembangan properti besar.

Hal ini disampaikan Khozinudin dalam diskusinya bersama Abraham Samad melalui Channel YouTube “Abraham Samad SPEAK UP” pada 21 Januari 2025, yang buka-bukaan soal siapa saja aktor dari sertifikat pagar laut dan sosok Aguan di balik pagar laut PIK.

“Yang perlu kita cari adalah siapa pelaku intelektual di balik pagar laut ini, siapa yang memiliki kepentingan terhadap kawasan tersebut, dan siapa yang benar-benar diuntungkan dari adanya pagar laut ini,” ujar Khozinudin.

Ia menekankan bahwa hal ini bukan hanya soal membongkar pagar fisiknya, tetapi menyelidiki siapa yang mendapatkan manfaat ekonomi dari proyek ini.

Khozinudin menilai, pembangunan pagar laut tersebut bukanlah untuk kepentingan nelayan seperti yang sering dipahami masyarakat, melainkan ada kepentingan yang lebih besar yang terselubung.

Berdasarkan penyelidikannya, ia percaya bahwa pagar laut tersebut merupakan bagian dari upaya untuk menguasai lahan di pesisir, yang sebelumnya menjadi hak nelayan, dengan tujuan untuk pengembangan properti.

“Kalau kita bicara pagar laut nggak mungkinlah itu kepentingan nelayan, secara logika dengan analisa, kepentingan apa bagi nelayan pasang itu udah nggak nyambung,” ucap Khozinudin.

Pagar Laut Jadi Alat Kuasai Lahan dan Strategi Properti Tersembunyi

Dalam gugatan yang diajukan oleh Khozinudin, terdapat 8 poin terkait perbuatan melawan hukum (PMH), salah satunya menyebutkan bahwa pagar laut menghalangi akses nelayan terhadap laut, yang merupakan sumber nafkah utama mereka.

“Ada delapan poin perbuatan melawan hukum (PMH) yang menjadi materi muatan gugatan. Di poin 5, kami sebut menghalangi akses nelayan untuk melaut, yang itu terjadi karena adanya pagar laut,” terang pengacara itu.

Selain itu, ia menyoroti bahwa pembangunan pagar laut ini juga berpotensi menghalangi akses publik terhadap fasilitas umum lainnya, seperti jalan, jembatan, dan bahkan laut itu sendiri.

“Simpulan dari PMH-nya itu adalah salah satunya menghalangi akses publik terhadap fasilitas atau yang semestinya menjadi hak publik, seperti jalan, jembatan, sungai, termasuk laut, mengingat laut adalah akses nelayan untuk mencari ikan kebutuhan nafkah,” jelas Khozinudin.

Penting untuk dicatat, Khozinudin menjelaskan bahwa dari informasi yang dia kumpulkan, tujuan pembangunan pagar laut ini bukan untuk sekadar pemecah ombak atau perlindungan dari abrasi.

Sebaliknya, ini lebih merupakan langkah strategis untuk mengalihkan penggunaan lahan di pesisir, dengan tujuan untuk mereklamasi atau bahkan merestorasi kawasan tersebut dan mengubah statusnya menjadi lahan yang dapat dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu.

“Saya kaji dari beberapa sumber, laut dan darat itu punya modus untuk merampas. Pagar laut tadi harusnya yang ditindaklanjuti oleh pemerintah, bukan malah memanggil Jaringan Rakyat Pantura (JRP) itu, yang logikanya udah nggak nyambung,” ucap Khozinudin blak-blakan.

“Jadi, ada nama-nama yang menjadi aktor di tingkat lapangan maupun yang memberikan pendanaan. Kan itu segitu gedenya nggak mungkin dana kecil-kecil,” ucapnya lebih lanjut.

Khozinudin juga mengungkapkan bahwa dalam penyelidikannya, ia menemukan sejumlah nama yang terlibat dalam proyek pembangunan pagar laut, salah satunya adalah “Mandor Memet”, yang disebut-sebut mengelola proyek tersebut, termasuk pengadaan bahan baku seperti bambu.

“Kami temukan nama Mandor Memet. Mandor Memet ini yang mengerjakan proyek, dia yang belanja bambu, dia yang cari pegawai, dan sebagainya. Informasi ini kami terima dari mandor lain, yang dia mau nyetor bambu nggak diterima. Marahlah. Akhirnya cerita semuanya,” kata Khozinudin.

Namun, yang lebih mencengangkan adalah keterlibatan Ali Hanafi Wijaya, yang diduga memiliki hubungan dengan Aguan, seorang figur yang dikenal berperan dalam pengembangan properti di Indonesia, termasuk di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).

“Atas permintaan Gojali atau Engcun, nama chinanya, itu yang biayai Ali Hanafi Wijaya, ini orangnya Aguan. Nah, apa urusannya dengan Aguan? Kenapa dia harus membiayai? Dari informasi yang kami kumpulkan, pagar laut itu bukan untuk pemecah ombak apalah itu namanya nggak masuk akal,” kata Khozinudin.

“Jadi, itu ditanam di peta bidang, yang di atas peta bidang itu ada sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGM). Kepentingannya adalah untuk meng-kavling agar steril dari nelayan dan ini nanti yang akan diklaim atau diokupasi sebagai sertifikat milik mereka lalu ditransaksikan oleh oligarki properti,” ujarnya lagi.

Menurut Khozinudin, dana yang digunakan untuk proyek pagar laut ini tidak mungkin berasal dari sumber yang kecil.

Pembangunan pagar laut yang melibatkan banyak pihak dan biaya besar ini diduga kuat memiliki tujuan untuk mengamankan lahan bagi kepentingan bisnis properti.

Dari Reklamasi ke Restorasi, Modus Baru Penguasaan Tanah

Sebagai bagian dari analisisnya, Khozinudin juga menjelaskan bahwa proyek ini kemungkinan terkait dengan upaya untuk mengubah lahan pesisir yang semula merupakan area laut menjadi daratan, yang dikenal dengan istilah reklamasi.

Namun, karena reklamasi memerlukan izin yang lebih ketat, pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan pagar laut diduga sengaja mengubah modusnya dengan menyebutnya sebagai “restorasi”, yang memberikan kemudahan dalam perizinan.

“Nah, ini menarik nih, kalau pantai utara kan laut kemudian dijadikan daratan. Namanya reklamasi. kalau ini dalihnya disebut dulu sekali ini merupakan daratan yang kena abrasi menjadi laut. Kemudian ketika sertifikatnya muncul nanti akan dibangun lagi sehingga judulnya bukan reklamasi, tetapi restorasi,” tuturnya.

Khozinudin menyatakan bahwa perubahan ini jelas merupakan upaya untuk menghindari regulasi ketat yang mengatur reklamasi, dan menyebutkan bahwa proyek ini tidak lain adalah bagian dari rencana besar pengembangan properti di kawasan PIK 2.

“Siapa yang punya kepentingan? Ya, oligarki properti, Pantai Indah Kapuk (PIK). Jadi, di balik ini semua sebenarnya Aguan. Nah, kalau bicara Aguan, siapa lagi? Ya, Anthony Salim. Itu berangkat dari data. Sekarang analisa kepentingan. Siapa yang berkepentingan masang pagar laut itu? Tentu orang yang punya rencana terhadap laut tadi,” tegas Khozinudin.

“Kalau rencananya untuk abrasi itu nggak masuk akal, tapi kalau rencana itu dikaitkan dengan industri properti karena ini berdekatan dengan PIK 2, itu masuk akal. Masuk akal sekali,” sambungnya.

Dengan bukti-bukti yang terus terungkap, Khozinudin menegaskan bahwa masalah ini tidak hanya berkaitan dengan masalah akses nelayan terhadap laut, tetapi juga berkaitan dengan praktik penguasaan lahan yang diduga melibatkan pihak-pihak dengan kepentingan besar di sektor properti.

“Faktanya sudah ada di PIK 1, itu sudah ada yang direklamasi. Cuma karena dulu ada masalah dengan reklamasi, mereka mencari modus lain, kira-kira apa ya yang lebih bisa smooth gitu. Lagi pula, kalau reklamasi itu kan perizinannya lebih sulit ketimbang melakukan restorasi seolah-olah daratan. Jadi, modusnya diubah, dari reklamasi ke restorasi,” terang Khozinudin.

Ia berharap aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas untuk mengungkap siapa yang terlibat dalam proyek ini dan untuk memastikan bahwa hak-hak nelayan dan masyarakat tetap terjaga.

Dengan adanya informasi yang semakin banyak dan jelas, harapan besar kini tertuju pada aparat hukum untuk menindaklanjuti kasus ini dengan serius dan menyeluruh. (shi)

Facebook Comments Box

Read More

Siswa SMAN 1 Mempawah Gagal SNBP, Waka Kurikulum Diminta Tanggung Jawab!

6 February 2025 - 13:48 WIB

Dua Minggu Cari LPG 3 Kg, Warga Karawaci Protes ke Menteri Bahlil: Anak Kami Lapar!

5 February 2025 - 13:31 WIB

Nenek Yonih Lansia Meninggal Dunia Usai Antre LPG 3 Kg, Warga Sebut Sempat Bawa 2 Tabung Gas Kosong 

4 February 2025 - 05:04 WIB

Siapa Saja yang Boleh Beli LPG 3 Kg? Berikut Kelompok Masyarakat yang Berhak! Tak Bisa Lagi Beli di Pengecer

3 February 2025 - 08:08 WIB

Puskepi Nilai Peraturan Ambigu, Sebut Alihkan Pengecer ke Pangkalan LPG Belum Jamin Kurangi Beban Subsidi

3 February 2025 - 07:44 WIB

Trending on News