FASENEWS.ID – Berada di dekat pusat kota, warga Jalan A. Wahab Syahranie Gang Pandan Mekar Dalam RT 34, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu hampir 10 tahun tak bisa nikmati fasilitas air PDAM.
Di sana, warga selama sepuluh tahun selalu berjuang mendapatkan air bersih.
Dilansir dari Arusbawah.co, jaringan media Fasenews.id, mereka terpaksa menggunakan air danau yang terletak di dalam gang berwarna hitam dan tidak layak untuk keperluan MCK sehari-hari.
Hingga kini, mereka belum mendapatkan akses air bersih dari PDAM.
Krisis air bersih ini telah dialami oleh sekitar 40 kepala keluarga (KK) di RT 34.
Ketua RT 34, M. Kursani menjelaskan, meskipun lokasinya tidak jauh dari pusat kota, kendala utama adalah air ledeng yang tidak pernah masuk ke wilayah mereka.
“Kami banyak menggunakan air danau selama 10 tahun,” ungkapnya.
Dengan kondisi air tidak layak, Kursani menuturkan, kondisi air danau yang mereka gunakan jauh dari kata layak.
Salah satu ibu rumah tangga yang sering membersihkan danau tersebut, Sania menyatakan sebenarnya air yang selama ini digunakan tidak layak dan bergetah.
“Kami memohon kepada para pemimpin agar memberikan saluran pipa air bersih kepada kami,” mohon Sania.
Warga mengandalkan air tandon untuk menampung air hujan. Dalam situasi darurat, air galon menjadi solusi sementara.
Namun, air tandon hanya mampu bertahan sekitar lima hari untuk keperluan rumah tangga.
“Apalagi membeli air tandon harus mengeluarkan dana mulai dari Rp 100ribu hingga Rp 120ribu,” ujar Sania.
Untuk mengatasi krisis air bersih ini, warga berinisiatif membuat pipa mandiri sepanjang 80 meter, dengan biaya swadaya yang dapat mencapai dari Rp 400ribu hingga sekitar Rp 1juta.
Meskipun demikian, air yang mereka peroleh tetap tidak bersih.
“Untuk mendapatkan air bersih, kami harus membersihkan danau dari enceng gondok dan tanaman liar, tapi airnya tetap saja tidak layak pakai, mau tidak mau suka tidak suka kami harus menggunakan air tersebut untuk kebutuhan kami, ” keluh Sania.
Senada dengan itu, Hadri (41), warga setempat, yang turut merasakan kesulitan air bersih, menyampaikan kesulitan warga telah disampaikan kepada pemerintah namun belum mendapatkan respon.
“Kami kekurangan air bersih yang layak, padahal akses ke kota sangat mudah, tapi air bersih sulit didapatkan,” ujarnya.
“Kalau tidak ada hujan, kami terpaksa menggunakan air danau untuk mencuci baju, terutama baju putih dan seragam sekolah,” tambah Hadri.
Sejak 2012, warga sudah meminta bantuan untuk pemasangan pipa sekunder terutama saat ada kedatangan calon legislatif berkampanye di daerah tersebut.
Namun, hingga kini, permintaan tersebut hanya terealisasi di wilayah depan gang, dengan jarak sekitar 500 meter dari pemukiman mereka.
Selain itu, distribusi air PDAM pun tidak menjangkau seluruh warga.
“Distribusi air bersih hanya sampai di warga bawah, dan itu pun tidak setiap waktu. Air biasanya mengalir dari jam 1 sampai 4 subuh, sisanya mati. Itu pun harus berebut dengan mesin pompa,” pungkasnya. (as)