Sulitnya bahan bacaan kala itu jadi semangat pengembangan literasi didaerahnya. Hobi dan cinta jadi infrastruktur utama sehingga rumah literasi itu tumbuh dan berkembang sampai sekarang. Dari upaya kecil didepan rumah, dan tekad yang kuat jemput bola para pembaca, mereka siap menyusuri desa ke desa hingga menyebrangi pulau untuk menumbuhkan minat baca anak-anak.
FASENEWS.ID, SAMARINDA – Melekat jilbab berwarna hitam dikepalannya, berdiri sambil mengenakan rompi tactical abu, sosok wanita cantik itu berada diantara 340 para pegiat literasi dari berbagai pelosok Nusantara di The Hotel Sulthan Jakarta, Kamis (29/08/2024).
Dia adalah Syamsiah Lukman, wanita anggun dari pulau Kabaena di kabupeten Bombana, Sulawesi Tenggara, sedang mengikuti pembelakan calon penerima bantuan pemerintah untuk komunitas penggerak literasi tahun 2024.
Syamsiah merupakan penggagas Rumah Baca Laica Abbacaang didaerah pelosok, di sebuah pulau mungil yang indah beralamatkan di Kelurahan Sikeli, kecamatan Kabaena Barat, Bombana.
Sejak kecil, perempuan kelahiran 28 Juli 1989 itu sudah hobi membaca, buku apa saja yang bisa dibaca.
Ditengah hobi itu Syamsiah punya pengalaman bagaimana sulitnya akses terhadap buku setempatnya.
“Dulu untuk pinjam buku saja susah, di perpustakaan sekolah kita harus menunggu semua siswa dan guru pulang sekolah, supaya saya bisa pinjam buku dari penjaga sekolah. Itupun buku terbatas, hanya bisa dibaca ditempat, tidak boleh dipinjam apalagi di bawa pulang,”beber Syamsiah mengenang masa suram tumbuhnya semangat literasi di daerahnya.
Karena cinta dan hobi, membeli buku jadi sebuah kebutuhan bagi perempuan lulusan MtsN Teomokole ini. Saban hari berlalu, buku koleksi pribadinya menjadi banyak hingga menyelesaikan studi di Universitas Hasanuddin Makassar.
Tahun 2017, awal mula tercetus ide meluaskan semangat literasi. Kala itu Syamsiah berstatus sebagai guru Bimbingan Konseling (BK) SMK di daerahnya.
Suatu ketika, sepulang dari mengajar. Kerumunan anak-anak dan remaja membuatnya terenyuh. Aktifitas bermain bak tanpa batas, sibuk dengan game di gawai, ada yang lari-lari, hingga main sepeda dibawa terik matahari.
“Lalu muncul keinginan membuat kegiatan agar anak-anak ini punya kegiatan yang bermanfaat. Nah saya ingat kalau saya punya koleksi buku. Ada majalah Bobo, komik, dan berbagai jenis buku lainnya. Setiap ada anak yang lewat depan rumah, saya ajak singah, ada yang sekedar lihat sampul, ada yang walaupun cuman sebentar,”ungkapnya.
Minggu Pagi di Panggung Seni
Langkah kecil itu memicu semangat, perempuan dengan tekad yang kuat ini lalu mengajak sahabatnya dengan ide membangun rumah literasi buat anak-anak.
Dari koleksi buku pribadi, bersama sahabatnya kemudian menghubungi teman mereka yang lain menyumbangkan koleksi bukunya untuk dimanfaatkan buat kepentingan masyarakat.
Buku yang terkumpul itulah babak baru Rumah Baca Laica Abbacaang ini dimulai.
Minggu pagi, bersama sahabatnya, Syamsiah membopong buku jadi beberapa dus ke sebuah panggung seni milik kecamatan. Biasanya panggung yang terbuat dari papan itu digunakan pada saat peringatan 17 Agustusan.
Tempat itu jadi salah satu pusat keramaian atau tempat berkumpul masyarakat di desa itu kala pagi maupun sore di akhir pekan.
“Buku-buku yang kami bawa tidak langsung kami gelar, kami terlebih dahulu harus membersihkan panggung yang dipenuhi (maaf) kotoran kambing. (masyarakat bebas melepaskan ternak mereka berkeliaran). Ternyata panggung seni ini lebih sering digunakan oleh kambing sebagai tempat menginap,”imbuhnya.
Dalam mobilitasnya itu, Syamsiah sembari membawa ke dua anaknya. Sekaligus membantu membawa perlengkapan lapak baca. Seperti ini menjadi rutinitas Syamsiah, kala akhir pekan adalah waktunya keluarga, mungkin liburan atau istirahat dirumah bareng anak istri. Namun Syamsiah harus membangunkan putra-putrinya buku ke Laica Abbacaang.
“Sembilan bulan, sejak pertama kali kami membuka Rumah Baca Laica Abbcaang saya tidak pernah lagi jalan-jalan pagi bersama keluarga kecil saya yang dulunya rutin kami lakukan, Alhamdulillah suami mendukung kegiatan yang saya lakukan dan selalu memberikan izin asalkan sarapan untuknya sudah siap, dan saya tidak lalai memperhatikan kebutuhan kedua anak saya terutama sarapan pagi mereka,”bebernya.
Ke Pulau Sebrang
Rumah Baca Laica Abbacaang mulai dikenali masyarakat, ragam kegiatan dibuat untuk memberikan semangat kepada anak-anak. Sesekali menggambar, bermain games, menyanyi bersama dan juga mengundang tenaga profesional untuk berbagi cerita kepada anak-anak yang diharapkan dapat memberikan motivasi kepada anak-anak.
Jemput bola jadi prinsip Syamsiah, tidak ingin menunggu anak-anak yang datang ke rumah Baca Laica Abbcaang. Namun kerap kali keluar mengunjungi anak-anak dilokasi nya.
Bahkan Syamsiah bersama sahabat dan teman-temannya, kerap berkunjung di perkampungan bajo. Mengunjungi anak-anak di pesisir tepatnya di Perkampungan terapung.
“Kami juga mengunjungi anak-anak di desa-desa tetangga, bahkan hingga ke pulau, seperti Pulau Sagori dan Pulau Bangko,”ungkapnya.
Kabaena adalah pulau mungil, Pulau dengan luas daratan 873 kilometer per segi ini memiliki 6 kecamatan. Mayoritas dihuni oleh Suku Moronene dan Suku Bajau, kecil jumlah di antaranya adalah Suku Bugis.
Ke sejumlah area itu, dari kampung Syamsiah, ada yang bisa ditempuh lewat darat ada pula harus nyebrang laute.
“Untuk mengunjungi anak-anak kami masih menggunakan sepeda motor, untuk ke Pulau Alhamdulillah Rumah Baca Laica Abbacaang mendapat bantuan Perahu Pustaka dari Dana Indonesiana Kemdikbud Ristek yang di salurkan Pustaka Bergerak Indonesia, relawan yang berkunjung ke desa-desa biasanya 3-7 Orang.
Syamsiah bersyukur langkah kecil yang dia mulai sejak 7 tahun silam mendapat banyak dukungan positif dari keluarga, sahabat, masyarakat dan pemerintah sehingga Laica Abbacaang terus bertumbuh hingga hari ini. (fran)