Menu

Dark Mode
Siswa SMAN 1 Mempawah Gagal SNBP, Waka Kurikulum Diminta Tanggung Jawab! Dua Minggu Cari LPG 3 Kg, Warga Karawaci Protes ke Menteri Bahlil: Anak Kami Lapar! Cerita “Budi” Pencetus Pertama Peringatan Darurat Indonesia, Ternyata Garuda Biru Tak Sengaja Jadi Gerakan Protes Dari Garuda Biru Jadi Garuda Hitam, Peringatan Darurat Part 2? Hashtag #IndonesiaGelap Suarakan Momok Tanah Air Nenek Yonih Lansia Meninggal Dunia Usai Antre LPG 3 Kg, Warga Sebut Sempat Bawa 2 Tabung Gas Kosong  Bantu Warga Terdampak Banjir di Samarinda, Laskar Kebangkitan Kutai dan IZI Tamiya 4Wd Bagikan Paket Sembako

Feature

Kisah Mansur Asal Garut, Dari Lorong ke Lorong Menyusuri Samarinda Menawarkan Jasa Sol Sepatu

badge-check


					Kisah Mansur Asal Garut, Dari Lorong ke Lorong Menyusuri Samarinda Menawarkan Jasa Sol Sepatu Perbesar

Sol Sepatu sebenarnya bukan usaha baru. Namun tak banyak yang tertarik menggeluti usaha ini karena dianggap keuntungan dari bisnis ini kurang menjanjikan. Namun tidak bagi Mansur, Pria asal Garut ini memilih usaha tersebut setelah berhenti sebagai buruh pabrik sepatu di Jakarta. Sekarang Mansur jadi penjajak jasa sol sepatu di Samarinda dengan berkeliling sambil jalan kaki.

SAMARINDA, Fasenews.id – Dari lorong ke lorong, Mansur menyusuri kota tepian dengan berjalan kaki. Dua buah kotak dipikul Mansur dengan sebilah bambu. Sambil berkeliling dia mencari nafkah dengan berjalan kaki. Waktu itu pukul 12.40 Wita, dia sedang menyusuri lorong demi lorong di Jalan Anggur, Kelurahan Sidodadi, Samarinda, Kaltim.

Beruntung ada yang hendak memanfaatkan jasa sol sepatunya. Disodorkan dua pasang sepatu untuk diperbaikinya. Dengan sigap Mansur langsung mengeluarkan peralatan dari sebuah kotak miliknya.

“Bisa mas [menjahitkan sepatu pelanggan]” kata Mansur saat dua pasang sepatu disodorkan dihadapannya untuk diperbaiki.

Dibawah panas matahari yang mulai menyengat, peluhnya meleleh membasahi wajahnya. Tangannya yang tampak mulai keriput begitu mahir menjahit satu persatu sepatu.

Pria berusia 53 tahun ini merupakan perantau yang berasal dari Garut, Jawa Barat. Kini, mata pencahariannya dengan menjaja jasa sol sepatu dan sandal. Berlangsung sudah belasan tahun.

Usaha itu dia jalani bermodalkan pengalaman. Berpuluh tahun bekerja sebagai buruh pabrik sendal dan sepatu di Jakarta. Sejak tamat SMA hingga punya istri dan anak dua.

“Dari bujang saya mas kerja disana [buruh pabrik sepatu], sampai punya dua anak. Sudah terasa capek, kita itu kerja dari pagi sekitar jam 7 dan 8. Waktu istirahat hanya satu jam pas istirahat makan siang, kemudian lanjut lagi sampai sekitar jam 5,”keluh Mansur menceritakan pengalamannya kala menjadi buruh waktu itu.

Perkiraannya, sekitar tahun 2005 mulai berhenti kerja sebagai buruh pabrik. Dia ingin mencari peruntungan dari pekerjaan lain. Ternyata mencari kerja tak semudah yang ia pikirkan seiring dengan pemenuhan kebutuhan ekonominya. Sejurus kemudian Mansur merantau di Kaltim. Ikut orang jualan dengan berkeliling.

“Waktu itu saya jualan baju, jaket-jaket, jualan keliling. Mungkin ada 5 tahun, ikut orang di sini [Samarinda] sekitar 5 bulan. Kemudian ke Irian [jualan baju keliling], pernah ke Lombok, Sulawesi,”bebernya.

Dari sini kisahnya menjadi penjaja jasa sol sepatu dan sandal dimulai. Mansur berhenti jualan, memilih jalan mandiri. Menurutnya lebih nyaman untuk dia cari nafkah buat keluarganya.

Pada tahun yang sama, Mansur kembali ke Kaltim, bersama empat orang temannya, kontrak rumah di jalan Adam Malik.

“Semuanya usaha kaya gini [jasa sol sepatu] di Samarinda,”ungkapnya.

Sekitar 17 tahun berlalu Mansur menjalani usaha jasa sol sepatu ini. Tiap hari berpindah lokasi, keliling kota Tepian dengan berjalan kaki. Bila tujuannya jauh dari jarak kontrakannya, biasanya dia naik ojek atau angkot.

“Saya kalau keluar itu biasanya dari jam 7 atau jam 8 pagi, jalan sampai jam 5 sore, pulang perginya kadang naik Maksim, kadang juga taksi. Itu kalau jaraknya jauh,”imbuhnya.

Mansur bercerita, bekerja secara mandiri membuatnya lebih nyaman. Dari segi waktu, bekerja mandiri lebih fleksibel. Jika rajin mencari konsumen, penghasilannya juga jauh lebih menjanjikan.

Kala bekerja di pabrik sepatu, sistem kerja yang dia jalani adalah borongan. Gajinya fleksibel, tergantung jumlah dari barang yang dikerjakan.

“Kalau mau dapat lumayan [gaji] iya harus rajin kerjanya, minimal harus dapat dua kodi sehari [40 pasang], kurang lebih sekitar Rp 100 ribu. Kalau kurang dari itu iya rugi kita penghasilan,”imbuhnya.

Demikian juga saat ikut orang jualan. Sementara dengan menjual jasa sol sepatu, bila rutin keliling, dalam sehari minimalnya bisa dapat Rp100 ribu. Untuk satu pasang sepatu dia patok harga Rp25 ribu.

“Kalau penghasilan iya enak mandiri kaya gini. Ketimbang di pabrik atau jualan ikut orang. Begini gak ada yang nyuruh. Bebas lah istilahnya, kalau capek istirahat.

“Alhamdulillah kalau jalan itu dengan jahit sepatu, dapat aja sehari itu Rp100 ribu, kalau rezeki bagus ada aja dapat sampe 20 sepatu sehari [setara Rp500 ribu sehari], gak tentu juga penghasilan nya tapi Alhamdulillah ada aja,”sambungnya lagi.

Dari Garut, Jawa Barat, Mansur merantau ke Samarinda, Kaltim bersama empat temannya, tanpa membawa keluarga.

Bila dipikir, Jawa Barat banyak kota besar, potensi konsumen sol sepatu juga besar. Lantas kenapa rela tinggalkan keluarga mencari nafkah di Kaltim?

“Kalau di banding-bandingkan, rezekinya mungkin adanya disini [Kaltim]. Alhamdulillah disini enak, orangnya Baek-baek, nyaman pokoknya. Di banding tempat yang lain. Tapi itu kata saya,”

Mansur kini punya tiga anak, satu orang sudah menikah, satunya masih menganggur, satunya lagi masih sekolah, dan satu orang cucu. Sejak tahun 2015 dia nafkahi keluarganya dari hasil jasa sol sepatu.

“Iya Alhamdulillah, sedikit demi sedikit dikumpulin, kirimkan keluarga”Sebelum pandemi Covid-19, biasanya dua kali dalam setahun dia kunjungi keluarganya. Kadang cuma sekali di bulan Ramadhan. “Kalau tahun ini saya gak pulang karena pandemi,”pungkasnya.

 

Penulis: Jifran

Facebook Comments Box

Read More

Sea Gendhis Pelajar Bontang Berkarya dengan Hydroclay Saat Covid, Didapuk Penghargaan Inovasi TTG dari DPMPD Kaltim 

26 October 2024 - 20:37 WIB

Kisah Yayuk Setiahati, Buat Paving Blok Hasil Daur Ulang Segala Jenis Sampah Plastik

24 October 2024 - 14:10 WIB

Syamsiah, Sosok Guru BK Dari Desa ke Desa Menumbuhkan Minat Baca di Pulau Kabaena

30 August 2024 - 07:37 WIB

Kisah Walrina, Bentuk Rumah Literasi di Samboja! Bermodal 50 Buku hingga Terima Bantuan dari Kemenristek

28 August 2024 - 11:24 WIB

Trending on Daerah