FASENEWS.ID, SAMARINDA – Dinamika politik di Kalimantan Timur terus menjadi perbincangan, apalagi setelah isu potensi hadirnya calon tunggal atau melawan kotak kosong.
Pada Jumat 9 Agustus 2024, berlangsung dialog publik bertajuk “Bincang Pilkada Kaltim”, di Kopi Jadi, Jalan Rumbia 2, Kota Samarinda.
Pilkada Kaltim diambang kotak kosong jadi sorotan utama dalam dialog ini.
Pemicunya karena upaya pasangan calon Rudi Mas’ud – Seno Aji membentuk koalisi gemuk.
Hingga saat sudah 7 partai politik yang diborong, totalnya 44 kursi. Menyisahkan Partai demokrat dan PDI Perjuangan.
Terbaru partai Demokrat memberikan rekomendasi kepada pasangan calon Isran Noor – Hadi Mulyadi.
Jika PDIP memilih mendukung Rudy Mas’ud-Seno Aji, maka Isran Noor-Hadi Mulyadi tidak memenuhi syarat untuk melaju ke Pilgub Kaltim. Dengan demikian Pilgub Kaltim memunculkan calon tunggal dan melawan kotak kosong untuk kontestasi mendatang.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Sholihin Bone, S.H., M.H yang hadir sebagai narasumber menuturkan, upaya atau strategi kotak kosong bukan solusi yang baik bagi regenerasi kepemimpinan suatu bangsa.
Dia bilang, jika kontestasi Pilkada Kaltim benar-benar terjadi kotak kosong, maka pasangan tunggal bukanlan pilihan rakyat melainkan kesepakatan elit partai politik.
Sebab pinsip demokrasi dalam pemilihan umum haruslah tetap melibatkan rakyat sebagai pucuk kedaulatan negara. Secara harfiah pengertian demokrasi adalah kekuasaan di tangan rakyat.
“Demokrasi itu adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat. Artinya pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Kalau tidak dipilih oleh rakyat, lalu peran “demosnya” dimana?,” tegasnya saat menjadi narasumber.
Sementara itu, Mitra Setiawan juga menegaskan bahwa potensi pasangan tunggal melawan kotak kosong di Pilgub Kaltim merupakan bagian dari arogansi politik.
Kata dia, sebaik-baiknya pemimpin adalah dia yang dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui proses demokrasi yang adil dan profesional.
“Tentu saja itu adalah arogansi politik yang jatuhnya adalah kerakusan. Kaltim sangat akan sumber daya alamnya, yang menjadi pertanyaan adalah apalah selaras dengan SDM-nya,” kata Mitra dalam pemaparannya.
Dia mendorong agar masyarakat Kalimantan Timur dapat menilai calon pemimpin berdasarkan kapasitas sumber daya manusianya bukan isi tasnya.
Sementara di sisi yang lain, Syaifudin selaku pembina Komisi Muda Demokrasi Nusantara menyangkan politik pragmatis yang dipertontonkan oleh para elit-elit partai politik.
Kata Syaif, partai politik seharusnya memberikan pendidikan politik yang baik bagi warga negara Indonesia sebagaimana fungsi partai politik yang tertuang dalam undang-undang partai politik.
“Saya tidak melihat nilai edukasi politik yang baik sama sekali. Mereka semacam tidak memiliki ideologi sebagaimana AD-ART mereka,” jelasnya.
Namun begitu keputusan ada pada ketua umum partai PDIP. Pihaknya tentu berharap agar regenerasi kepemimpinan Kaltim pada pilkada 2024 nanti dapat berlangsung dengan adil, sehat, dan profesional untuk melahirkan pemimpin yang kiranya dapat menjadi representasi masyarakat kaltim. (fran)