Menu

Mode Gelap

Opini

Kampung Bali dan Pengelolaan Hutan Desa Kerta Buana Tenggarong Seberang

badge-check


					Desa Kerta Buana Tenggarong Seberang biasa dikenal luas sebagai “Kampung Bali” Perbesar

Desa Kerta Buana Tenggarong Seberang biasa dikenal luas sebagai “Kampung Bali”

Oleh: Putri Lia Sriningsi, Mahasiswi Fakultas Hukum Unmul 

KUKAR – Desa Kerta Buana dikenal luas sebagai “Kampung Bali” terutama di wilayah L4 Tenggarong Seberang. Sebutan ini muncul sejak program transmigrasi pada September 1980, ketika sejumlah besar warga Bali menetap di wilayah tersebut. Desa ini memang Desa Kerta Buana, namun masyarakat dari luar desa, termasuk dari Samarinda, lebih mengenalnya dengan sebutan “Kampung Bali”.

Secara hukum, Desa Kerta Buana tidak memenuhi kriteria sebagai masyarakat hukum adat (MHA) murni. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya wilayah adat yang diakui secara formal, kelembagaan adat yang mapan, serta sistem hukum adat yang berdiri sendiri. Namun, masyarakat tetap menjunjung tinggi nilai-nilai adat Bali dan menjalankan tradisi keagamaan Hindu, seperti Nyepi, Hari Raya Gulungan dan Kuningan serta Hari Raya Saraswati.

Mengenai sejarah ‘Kampung Bali’, Ni Wayan Remuh, selaku penduduk setempat ingat betul saat desa itu masih berupa rawa-rawa dan lahan gambut yang belum berpenghuni. Pemerintah kemudian membawa rombongan keluarga transmigrasi dari Bali untuk menetap dan membuka lahan di wilayah tersebut.

“Kami diberi petak lahan untuk tempat tinggal dan bertani. Secara bersama-sama kami mulai membersihkan lahan dan membangun rumah. Desa ini dinamai Kampung Bali karena sebagian besar berasal dari Bali, dan semangat persatuan serta budaya Bali sangat kami jaga di sini,”ungkapnya.

Masyarakat Desa Kerta Buana sangat kental dengan nilai-nilai kebersamaan dan saling membantu. Kegiatan gotong royong, seperti membersihkan lingkungan dan jalan, rutin dilakukan dan menjadi bagian kebiasaan lokal yang berakar pada adat istiadat desa. Kegiatan ini sering didukung oleh Babinsa (Bintara Pembina Desa) dari Koramil setempat, yang juga membantu meningkatkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan dalam mendukung pembangunan serta kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).

Gotong royong di desa ini dimaknai sebagai wujud nyata solidaritas sosial serta kunci keberhasilan dalam pembangunan desa dan pelestarian budaya.

Hingga saat ini nilai gotong royong masih dipertahankan, terutama melalui sistem sokongan dalam prosesi kematian, yang disertai sanksi sosial bagi warga yang tidak berpartisipasi. Terdapat empat balai adat di beberapa blok wilayah desa, tetapi pengelompokan masyarakat secara adat sulit dilakukan karena kurangnya koordinasi kelembagaan. Wilayah adat merujuk pada batas administrasi desa, dengan mempertimbangkan aspek budaya dan prosesi adat.

Mengenai kepemimpinan, Bapak Hary Kurnia Wibawa, S.H., selaku Sekretaris Desa menuturkan bahwa Desa ini memang multikultur. Pernah dipimpin oleh orang Bali, Lombok, dan Jawa. “Tidak masalah, karena masyarakat di sini sangat terbuka dan hidup rukun,” katanya.

Hal ini menunjukkan keberagaman sosial budaya di Desa Kerta Buana. Pemerintah daerah telah mendata dan mengenali kondisi sosial budaya desa ini hingga tingkat nasional.

Keberagaman sosial budaya dan semangat gotong royong yang masih dijaga di Desa Kerta Buana menjadi dasar yang kuat dalam mendukung kegiatan sosialisasi perhutanan sosial di sekolah, serta pelaksanaan gotong royong bersama warga yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan penuh rasa hormat dan keterbukaan:

 

1. Kerajinan Kolase Daun Kering

Kegiatan daur ulang daun kering di SD Negeri 011 Desa Kerta Buana bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan sekaligus mengembangkan kreativitas dan jiwa wirausaha siswa sejak dini. Dalam prosesnya, potongan daun kering yang telah disiapkan diolah menjadi berbagai produk, seperti kerajinan tangan yaitu pembatas buku. Motivasi siswa ditumbuhkan dengan menunjukkan contoh produk jadi dan menjelaskan manfaat penjualan hasil karya yang dapat digunakan untuk kas kelas atau kegiatan sosial.

Meskipun berjalan lancar, tantangan seperti kurangnya minat dan kreativitas sering muncul. Untuk mengatasinya, pendampingan dilakukan melalui praktik langsung dan kerja kelompok agar siswa dapat saling mendukung dan berbagi ide.

Suryadinata, Agnes Cynthia dan Maria Katrin Saputri N, mahasiswa yang sedang melakukan sosialisasi memperlihatkan contoh produk yang sudah jadi dan menjelaskan bahwa hasil penjualan digunakan untuk kas kelas atau kegiatan sosial. Hal ini membuat siswa lebih semangat dan merasa karya mereka berarti. Etika tantangan kurang minat muncul yang membuat kami memberikan dukungan langsung dan mendorong kerja kelompok agar siswa saling membantu,” Katanya.

 

2. Peduli Lingkungan Sekitar Kita

Sebagai mahasiswa, berperan sebagai agen perubahan yang memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan melalui sosialisasi seperti penyuluhan dan diskusi bersama warga RT.16. Selain menyampaikan informasi, juga menjadi teladan dengan menerapkan pola hidup bersih dan ramah lingkungan agar masyarakat termotivasi untuk berpartisipasi aktif.

Program kerja individu mendukung konservasi dan penghijauan wilayah permukiman dengan merancang serta melaksanakan penanaman tanaman hijau yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan memanfaatkan lahan kosong secara optimal.

Warga juga diajak untuk merawat tanaman agar tumbuh sehat, sehingga dapat membantu menyerap polusi, memperindah lingkungan, dan menjaga keseimbangan ekosistem setempat. Tantangan yang sering dihadapi antara lain kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat akibat kesibukan sehari-hari, keterbatasan pengetahuan, kondisi cuaca, pendanaan, serta kesulitan dalam memilih tanaman yang tepat. Untuk mengatasinya, diperlukan pendekatan yang tepat serta dukungan dari berbagai pihak.

Mengenai evaluasi, Selvi Triana, selaku mahasiswa yang mengajak masyarakat RT.16 menuturkan: “Kami melihat ada perubahan yang cukup signifikan setelah program ini berjalan. Tanaman mulai tumbuh dengan baik dan lingkungan jadi lebih bersih. Warga juga semakin peduli, mereka ikut gotong royong dan rajin merawat tanaman. Kami terus memantau dan mengajak warga memberi masukan, supaya program ini nggak cuma selesai di awal, tapi terus berjalan dan membawa manfaat ke depannya,” Katanya.

 

Pelestarian Hutan dan Peran LPHD

Kegiatan kolaborasi dari sisi Psikologi dan Ilmu Pemerintahan yang dilakukan di SMP Negeri 3 Tenggarong Seberang. Dari sisi psikologi lingkungan, suasana alam seperti hutan berperan penting dalam mengurangi stres dan menenangkan emosi karena dapat menurunkan hormon stres dan memberikan efek relaksasi.

Aktivitas seperti Jurnal Daun membantu siswa mengenali dan memahami emosi mereka dengan meningkatkan kesadaran diri, sekaligus menunjukkan bahwa alam adalah tempat yang dapat meredakan dan menenangkan perasaan secara alami. Menjaga hutan juga berdampak positif bagi kesehatan mental dan kualitas hidup manusia dengan meningkatkan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan.

Rasa ketenangan yang diberikan alam membantu menjaga keseimbangan emosional, sementara interaksi langsung dengan alam menumbuhkan kepedulian dan tanggung jawab dalam menjaga kelestariannya. Dari sisi ilmu pemerintahan, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) memiliki peran penting dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat desa, untuk memastikan pemanfaatan dan pelestarian hutan berlangsung sesuai peraturan.

LPHD bertugas mengelola hutan secara berkelanjutan, mendorong partisipasi masyarakat, dan menjalankan kebijakan dengan dasar hukum yang memberikan legitimasi serta pengaturan operasional. Pengelolaan hutan oleh masyarakat desa sangat penting karena mereka adalah pihak yang langsung bergantung pada hutan dan memiliki tanggung jawab dalam menjaga serta memanfaatkan sumber daya secara berimbang.

Generasi muda juga dapat berperan aktif dengan belajar, menyebarkan pengetahuan, dan mendukung pengelolaan hutan sosial. Cici Nurfila Padila dan Huznul Fadila, selaku mahasiswa menggambarkan refleksi melalui kegiatan Pohon Harapan:

“Melalui menulis harapan dan pesan pada Pohon Harapan, siswa tidak hanya mengungkapkan impian mereka untuk kelestarian hutan dan pembangunan desa yang berkelanjutan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab pribadi yang menjadi fondasi penting dalam menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik,” Katanya.

(*)

Facebook Comments Box
Read More

Penjelasan Hukum Terkait Pengunduran Diri Anggota DPR Terpilih Ketika Mengikuti Pilkada

10 May 2024 - 10:43 WIB

Trending on Headline