FASENEWS.ID – Dalam dunia politik Kalimantan Timur, pertempuran hukum antara dua pengacara, Saud Purba dan Jumintar Napitupulu, kembali mencuat ke permukaan.
Saud Purba dan Jumintar Napitupulu pernah terlibat dalam kasus yang sama sebelumnya, dengan mereka sebagai kuasa hukum.
Saud Purba dan Jumintar Napitupulu terlibat dalam kasus dugaan penipuan cek kosong senilai Rp 2,7 miliar yang melibatkan istri Hasan Mas’ud, Nurfadiah.
Kasus ini berawal pada tahun 2016 ketika Irma Suryani meminjamkan uang kepada Hasanuddin Mas’ud untuk bisnis solar laut.
Setelah tidak adanya pembayaran, Irma menerima cek kosong yang ditolak saat akan dicairkan.
Laporan dugaan penipuan ini diterima oleh Polresta Samarinda sejak April 2020.
Saud Purba, yang mewakili Hasanuddin Mas’ud, membantah tuduhan penipuan dan mempertanyakan keabsahan transaksi tersebut.
Di sisi lain, Jumintar Napitupulu, yang mewakili Irma Suryani, menegaskan bahwa cek tersebut dinyatakan kosong oleh saksi ahli dari Bank Indonesia.
Kini, keduanya berada di garis depan dalam kasus dugaan ujaran kebencian yang melibatkan aktivis Andi Muhammad Akbar.
Saud Purba, yang menjabat sebagai komandan divisi hukum untuk pasangan calon gubernur Rudy-Seno, telah melaporkan Akbar ke Polda Kaltim.
Tuduhan ini berkaitan dengan kritik yang dilontarkan Akbar terhadap dinasti politik dan utang Rudy Mas’ud, yang dianggap sebagai serangan pribadi.
Tim hukum Rudy-Seno menegaskan bahwa komentar Akbar tidak berdasar dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Jumintar Napitupulu, kuasa hukum Andi Muhammad Akbar, menanggapi laporan tersebut dengan skeptis.
Ia mengungkapkan kebingungannya mengenai dasar tuduhan ujaran kebencian yang diarahkan kepada kliennya.
Dalam wawancara, Jumintar Napitupulu menekankan bahwa pernyataan Akbar mengenai dinasti politik adalah informasi publik dan bukan fitnah, serta seharusnya dianggap sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dalam demokrasi.
Ketegangan antara Saud Purba dan Jumintar Napitupulu semakin memuncak, terutama setelah pernyataan yang dilontarkan di media sosial yang dianggap menyulut ujaran kebencian.
Saud Purba berupaya menegakkan keadilan dengan laporan hukum, sementara Jumintar Napitupulu berfokus pada perlindungan hak berpendapat kliennya, menegaskan bahwa kritik yang disampaikan Akbar tidak memiliki unsur pencemaran nama baik. (naf)